
Sukarno Menurut Ignas Kleden
Kategori: Sejarah Teks
Sukarno Menurut Ignas Kleden
Sumber By Toto Satori
Soekarno, Pancasila, dan Sejarah Teks Oleh Ignas Kleden
Istilah
"sejarah teks" adalah terjemahan bebas oleh penulis untuk konsep
hermeneutik yang lebih dikenal dalam versi bahasa Jerman sebagai
Redaktionsgeschichte atau sejarah redaksi. Konsep ini menegaskan bahwa setiap
teks yang diproduksi dalam kebudayaan selalu mempunyai semacam riwayat hidup
berupa sejarah penyusunan, kodifikasi, perubahan, atau revisi redaksi dan
mungkin juga otorisasi teks yang terjadi dari waktu ke waktu.Mengetahui sejarah
redaksi ini merupakan sebuah prasyarat penting untuk menyimak makna teks itu
dalam hubungan dengan konteks penciptaan atau penyusunannya karena sering
terjadi pergantian atau pertukaran semantik, penambahan anotasi, penyisipan
bagian-bagian baru dalam editing, perbaikan sintaksis atau modulasi stilistik,
yang mengakibatkan pergeseran makna atau perubahan tekanan pada berbagai bagian
teks itu.Sudah jelas Pancasila adalah sebuah teks utama untuk Indonesia. Dalam
sejarah redaksinya, tanggal 1 Juni 1945 menjadi sebuah momen yang amat penting
karena pada hari itu Pancasila dikemukakan kepada suatu publik politik untuk
dipertimbangkan, diuraikan masing-masing silanya secara rinci, dan
didemonstrasikan keseluruhannya sebagai suatu konfigurasi pemikiran yang utuh.
Soekarno sebagai penggagas dan juru bicaranya pada waktu itu dengan tegas
memberikan dua kualifikasi utama kepada Pancasila, yaitu kedudukannya sebagai
dasar filsafat negara (philosophische grondslag) dan fungsinya sebagai suatu
pandangan (tentang) dunia (Weltanschauung).Soekarno dalam pidato yang
bersejarah itu menyamakan begitu saja dasar filsafat negara dan suatu pandangan
dunia. Patut dicatat bahwa pandangan dunia, yaitu world view atau
Weltanschauung diperlakukan dalam ilmu-ilmu sosial sebagai pokok kajian dan
penelitian ilmu-ilmu budaya.
Clifford
Geertz, misalnya, melihat world view sebagai gagasan orang-orang dalam suatu
kelompok budaya tentang dunia yang mereka hadapi dan hayati, berupa ikhtisar
kompleksitas dunia itu dalam beberapa gambaran yang disederhanakan: apakah
dunia itu pada dasarnya baik atau jahat, real atau maya, abadi atau sementara,
merupakan tempat persinggahan sejenak atau tempat orang mengolah nasib dan
membangun masa depannya. Sosiolog Jerman-Inggris, Karl Mannheim, berbicara
tentang Weltanschauung eines Zeitalters atau pandangan dunia dalam suatu kurun
waktu sejarah, jadi mirip dengan suatu semangat zaman atau Zeitgeist. Sementara
itu, filosof Jerman, Karl Jaspers, berpendapat bahwa Weltanschauung tak lain
dari suatu jenis filsafat (karena sifatnya yang menyeluruh dan tidak sektoral),
tetapi tidak sekadar suatu filsafat yang spekulatif, tetapi filsafat yang
efektif, suatu wirkende Philosophie, yang sanggup memberi harapan, kepercayaan,
dan membangun komitmen.Apa pun soalnya, cukup jelas bahwa Soekarno, selama dua
dasawarsa (sejak 1926 hingga 1945), berpikir keras tentang apa yang dapat
mempersatukan berbagai kelompok suku di Indonesia menjadi suatu bangsa yang
dapat menentukan nasibnya sendiri melalui sebuah negara merdeka. Apakah mungkin
tercapai sebuah dasar tempat semua orang dapat berdiri bersama secara politik
di atas suatu platform nasional?Sebagai aktivis politik yang berpengalaman,
Soekarno memiliki perhatian yang tertuju pertama-tama pada suatu integrasi
politik yang dapat mempertemukan dan mempersatukan berbagai kelompok politik
pada watu itu. Dia tidak banyak berpikir tentang integrasi sosial atau
integrasi budaya, yang kemudian menjadi pokok pemikiran tokoh-tokoh, seperti Ki
Hadjar Dewantara atau Sutan Takdir Alisjahbana.Apa yang dicari oleh Soekarno
adalah suatu tema yang cukup luas, tetapi cukup terpadu, tempat semua kelompok
politik terpenting pada masa itu merasa terwakili asasnya, identitasnya, dan
kepentingannya. Dalam istilah ilmu politik sekarang, Soekarno secara meyakinkan
melakukan suatu agregasi kepentingan politik dan mengartikulasikannya dengan
berhasil.Jelas sekali Soekarno harus memperhitungkan kelompok-kelompok agama,
khususnya Islam, sebagai kelompok agama terbesar yang terwakili dalam NU dan
Masjumi. Tanpa mencantumkan sila ke-Tuhan-an kelompok-kelompok agama sangat
mungkin tidak tertarik mendukung negara yang akan didirikan. Atas cara yang
sama tanpa mencantumkan sila kebangsaan golongan nasionalis yang mendapat
kristalisasi politiknya dalam PNI barangkali akan tinggal apatis.Demokrasi dan
kedaulatan rakyat jelas akan menarik perhatian kelompok politik yang menekankan
kepentingan rakyat seperti MURBA dan para pejuang demokrasi, seperti Hatta dan
para muridnya dalam PNI Baru. Demikian pula tanpa mengikutsertakan sila
keadilan sosial, partai-partai politik berhaluan kiri tidak akan merasa
terpanggil.Tak perlu diuraikan panjang lebar bahwa penghormatan kepada martabat
manusia tidak bisa diabaikan karena hal tersebut merupakan isu yang dianggap
menjadi tanda-kenal kaum inteligensia baru, khususnya kelompok politik yang
mencita-citakan modernisme sebagaimana dapat diamati dalam subkultur PSI dan
Masjumi misalnya.Jadi, berbeda dari Karl Mannheim, Soekarno tidak berbicara
tentang pandangan dunia dari suatu kurun waktu, tetapi dari suatu tempat
tertentu yang bernama Indonesia. Juga, berbeda dari Karl Jaspers, Soekarno
tidak berbicara tentang filsafat tentang dunia (Weltanschauung), tetapi
filsafat tentang kehidupan bersama dalam suatu negara. Dalam arti itu,
Pancasila diusulkan sebagai pandangan hidup (Lebensanschauung) secara politik Apakah
prinsip-prinsip Pancasila dipetik dari nilai-nilai dalam peradaban dunia atau
digali dari kebudayaan-kebudayaan Nusantara adalah isu yang dimainkan dengan
piawai oleh Soekarno sebagai teknik promosi dan persuasi terhadap pendengarnya,
melalui retorika yang amat terpelajar dengan pengucapan yang
gilang-gemilang.Dasar paling bawah (bottom line) pemikiran Soekarno adalah
suatu gagasan yang dapat merepresentasikan identitas dan asas sebanyak mungkin
kelompok politik, dan sekaligus dengan itu mengagregasikan kepentingan politik
dalam spektrum seluas mungkin. Singkat kata, dari segi genealoginya, Pancasila
terlahir sebagai suatu historico-political gentleman agreement, yaitu
kesepakatan dari orang-orang dan kelompok-kelompok yang saling menghormati,
meskipun mereka sadar ada banyak perkara di antara mereka yang tetap sulit
dipertemukan. Kesepakatan itu harus dibuat agar dapat tercipta suatu landasan
bagi konsensus nasional mengenai negara yang akan terbentuk.
Kita
bersyukur bahwa RI sudah terbentuk di atas landasan tersebut. Fondasi politik
ini sampai kini masih membuat Indonesia sebuah rumah bagi semua orang yang
turut membangunnya, dan ingin hidup tenteram di dalamnya. Semoga rumah ini
tidak berubah menjadi transit house, sekadar tempat bermalam dan menaruh koper
bagi orang-orang yang hendak bepergian entah ke mana.
Artikel : Pusat Selada Raya
![]() |
![]() |
Kunjungi Situs 4 Muskim
PERUMNAS I SELADA RAYA | Dan | TUNTUNAN ISLAM |
0 comments:
Posting Komentar
W A R N I N G !
Komentar anda tidak mengandung unsur:
1. Penghinaan atau pelecehan.
2. Spamming (spam comment).
3. Link aktif atau text anchor dan sejenisnya.
Tulislah setiap kata dengan penuh makna kesopanan.
Salam sejahtera by Central Selada Raya
and have a nice day...